
Narasumber Webinar Internasional (dari kiri atas): DR. K.H. Aswin R. Yusuf, Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, Prof. Dr. H. Azhar Arsyad, M.A., dan Prof. Dr. H. M. Amin Abdullah.
Di setiap puncak peradaban besar, selalu ada jejak akhlak dan kebijaksanaan yang mengiringi kecerdasan manusia. Budaya luhur hanyalah wadah, sedangkan ruhani dengan sifat-sifat profetik yang dianugerahkan Tuhan untuk menyempurnakan kehidupan manusia menjadi denyut nadi yang menyelaraskan kemajuan duniawi dengan nilai-nilai ilahiah.
Pandangan itu mengemuka dalam Webinar Internasional Agama Islam yang digelar Dewan Pimpinan Pusat Jam’iyyatul Islamiyah (DPP JmI) secara daring melalui Zoom, Minggu (21/9/2025), bertema “How to Preserve Civilization in Human Life” (Bagaimana Memelihara Peradaban dalam Kehidupan Manusia). Kegiatan ini mengajak umat untuk menelaah konsep pemeliharaan peradaban dalam perspektif agama agar menjadi kekuatan moral dan spiritual yang relevan sepanjang zaman.
Hadir sebagai narasumber Prof. Dr. Komaruddin Hidayat (Rektor Universitas Islam Internasional Indonesia 2019–2023), Prof. Dr. H. Azhar Arsyad, M.A. (Sekretaris Jenderal DPP JmI), Prof. Dr. H. M. Amin Abdullah (Rektor UIN Yogyakarta 2002–2010), dan DR. K.H. Aswin R. Yusuf (Pembina JmI). Turut hadir pula para akademisi, peneliti, dan tokoh agama dari berbagai negara sebagai panelis.
Prof. Komaruddin membuka paparan dengan penjelasan bahwa peradaban dalam Al-Qur’an disebut baldatun thayyibatun, "negeri yang baik dan penuh ampunan". Pergantian nama Yatsrib menjadi Madinah oleh Nabi Muhammad Saw., ujarnya, adalah simbol masyarakat beradab yang menjunjung keadilan. “Manusia adalah aktor utama peradaban. Allah telah membekali kita dengan fisik, akal, emosi, dan spiritualitas,” tuturnya. Baginya, kecenderungan fitrah manusia pada kebenaran, kebaikan, keindahan, perdamaian, dan kebebasan harus diarahkan melalui salat dan zikir sebab, dalam perspektif Islam, peradaban tidak hanya bersifat duniawi, tetapi juga ukhrawi.
Prof. Azhar melanjutkan dengan menafsirkan Q.S. Ali-‘Imran (3) Ayat 102–103 yang menekankan takwa dan berpegang teguh pada tali Allah sebagai syarat persatuan serta Q.S. Ali-‘Imran (3) Ayat 190–191 yang mendorong umat untuk berzikir dan bertafakur atas ciptaan-Nya. Ia mengaitkan ayat-ayat tersebut dengan fenomena kontemporer ketika makin banyak orang tertarik pada hal-hal yang tidak kasatmata, termasuk penelitian tentang ruh. Menurutnya, peradaban atau civilization pada hakikatnya berarti keteraturan (right order) yang berakar pada niat dan tertibnya amal perbuatan yang dipandu oleh cahaya ruhani.
Prof. Amin menegaskan pentingnya menjaga keseimbangan tiga dimensi peradaban, yaitu individu, sosial, dan saintifik. Dimensi individu berhubungan dengan iman seorang mukmin yang diwujudkan dalam salat sebagai sarana penguatan ruhani. Dimensi sosial terkait dengan persatuan umat, sedangkan dimensi saintifik menekankan pengembangan ilmu pengetahuan melalui tafakur terhadap ciptaan Allah. Menurutnya, ketiga dimensi ini harus dijalankan secara seimbang, dari salat lahir keteraturan individu, dari persatuan tumbuh kekuatan sosial, dan dari ilmu pengetahuan berkembang kemajuan peradaban.
Sebagai penutup, DR. K.H. Aswin R. Yusuf menjelaskan bahwa salat adalah tiang agama sekaligus fondasi peradaban. Baik buruknya peradaban terkait erat dengan kualitas salat. Jika salat terjaga, tutur kata, adat, dan perilaku manusia akan baik sehingga peradaban pun terpelihara. Ia menjelaskan bahwa salat harus dilandasi niat dan tertib yang sempurna (kamaliyah) sehingga seorang hamba dapat merasakan keberadaan Tuhannya. Ruh, menurutnya, adalah penyempurna kejadian manusia. Tanpanya, ilmu pengetahuan tidak akan terwujud. Dari salat yang benar lahirlah akhlak mulia, sikap toleran, dan kesadaran untuk tidak merendahkan orang lain.
Diskusi kian hangat dengan tanggapan panelis internasional yang menyoroti pentingnya sinergi antara nilai agama dan kebudayaan sebagai pilar utama peradaban. Perspektif lintas negara ini memperkuat kesadaran bahwa merawat peradaban sejati berarti menyeimbangkan nalar, akhlak, dan ruhani.
Antusiasme 2.938 peserta dari berbagai negara mencerminkan besarnya perhatian terhadap tema ini. Di tengah dinamika zaman yang kian kompleks, suara-suara dari webinar ini bergema sebagai pengingat bahwa peradaban bukan sekadar warisan sejarah, tetapi tanggung jawab kolektif yang harus dijaga dengan iman, ilmu, dan kasih sayang.