
Narasumber Webinar Internasional (dari kiri): DR. K.H. Aswin R. Yusuf, Prof. Dr. H. M. Amin Abdullah, Prof. Dr. der. Soz. Gumilar Rusliwa Somantri, dan Prof. Dr. Muhammad Saiful Akhyar Lubis, M.A.
Jakarta. Pancasila lahir dari hasil refleksi para founding fathers terhadap pandangan hidup (weltanschauung) bangsa Indonesia, yang salah satu sumber utamanya adalah nilai-nilai keislaman yang terdapat dalam dua pusaka abadi, Al-Qur’an dan Sunnah-Nya. Kedua sumber tersebut memberikan dasar moral dan spiritual yang menuntun arah pembentukan Pancasila sebagai landasan ideal negara dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai landasan konstitusionalnya. Karena itu, bagi umat Islam Indonesia, meneguhkan peran Al-Qur’an dan Sunnah dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara sejatinya adalah upaya untuk menghidupkan nilai-nilai Pancasila secara hakiki.
Refleksi tersebut mengemuka dalam Webinar Internasional Agama Islam yang digelar Dewan Pimpinan Pusat Jam’iyyatul Islamiyah (DPP JmI) secara daring melalui Zoom, Minggu (19/10/2025), bertema “The Role of the Indonesian Islamic Community through the Two Eternal Legacies: the Qur’an and the Sunnah based on Pancasila and the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia” (Peran Umat Islam Indonesia melalui Dua Pusaka Abadi Qur’an dan Sunnah-Nya berlandaskan kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945). Kegiatan ini bertujuan untuk memperdalam pemahaman tentang sinergi antara nilai-nilai Islam dan dasar konstitusi negara sebagai landasan moral, spiritual, dan kebangsaan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Webinar ini menghadirkan para tokoh berpengaruh di bidang keislaman dan pendidikan, antara lain Prof. Dr. H. M. Amin Abdullah (Rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2002–2010 dan Anggota Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila), Prof. Dr. der. Soz. Gumilar Rusliwa Somantri (Rektor Universitas Indonesia 2007–2012), Prof. Dr. Muhammad Saiful Akhyar Lubis, M.A. (Rektor Universitas Al Washliyah Medan), dan DR. K.H. Aswin R. Yusuf (Pembina JmI). Kegiatan ini juga diwarnai partisipasi para akademisi, peneliti, dan tokoh agama dari berbagai negara yang turut menjadi panelis, memperkaya wawasan dan memperluas pandangan dalam forum internasional tersebut.
Sebagai pembuka, Prof. Amin Abdullah menekankan pentingnya memahami Pancasila sebagai manifestasi nilai-nilai Qur’ani yang hidup di bumi Indonesia. Umat Islam, katanya, memegang peran strategis dalam menjaga harmoni sosial dan ideologi bangsa, mengingat 87 persen penduduk Indonesia beragama Islam. Lebih jauh, ia menyoroti tiga peran utama umat Islam, yaitu sebagai penopang moral bangsa di tengah kemajemukan, menjaga semangat persaudaraan dan dakwah yang diwariskan sejak Walisongo, dan memaknai kemuliaan manusia bukan dari status sosial, melainkan dari ketakwaan, sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Hujurat (49):11–13.
Sementara itu, Prof. Gumilar menafsirkan Pancasila sebagai bentuk ijtihad kebangsaan yang merangkum nilai-nilai ilahiah. Menurutnya, sila pertama hingga kelima mencerminkan prinsip dasar Islam: hubungan manusia dengan Allah (tauhid), kemanusiaan, persatuan, musyawarah, dan keadilan sosial. Semua nilai ini, ujarnya, berpangkal pada harapan akan turunnya rahmat Allah kepada bangsa yang menjadikan Pancasila sebagai moral hidup bernegara.
Prof. Saiful memperluas pembahasan dengan menegaskan bahwa berpegang teguh pada Al-Qur’an dan Sunnah berarti juga menghormati konstitusi negara. Tantangan umat Islam, katanya, tidak mempertentangkan agama dan negara, tidak mengharmonikan nilai-nilai keduanya dalam praktik kehidupan. Ia mengingatkan bahwa penghapusan tujuh kata dalam Piagam Jakarta bukan bentuk kekalahan umat Islam, melainkan ekspresi kebesaran jiwa dan toleransi demi persatuan bangsa yang majemuk.
Sebagai penutup, Pembina JmI menegaskan bahwa umat Islam Indonesia hendaknya berperan aktif dalam menjaga kehidupan berbangsa dan bernegara dengan berpijak pada dua pusaka abadi, Al-Qur’an dan Sunnah, serta berlandaskan pada Pancasila dan UUD 1945. Manusia hidup di antara dua dimensi, lahiriah yang diatur oleh hukum negara, dan batiniah yang diatur oleh agama, jelas Pembina. Selama berpijak di bumi Indonesia, umat Islam wajib menjunjung tinggi nilai-nilai kebangsaan tanpa meninggalkan prinsip keimanan. Pembina menutup dengan pesan moral bahwa kehidupan berbangsa akan kokoh bila ditopang oleh empat pilar: pemuda yang idealis, orang tua yang bijaksana, cerdik pandai yang berilmu, dan ulama yang berakhlak.
Diskusi berlangsung hangat dengan partisipasi aktif akademisi dari dalam dan luar negeri. Webinar ini berhasil menghidupkan kembali kesadaran kolektif bahwa nilai Islam dan Pancasila dapat berjalan seiring dalam membangun Indonesia yang berkeadilan, berkemajuan, dan bermartabat.
Antusiasme 2.774 peserta dari berbagai negara mencerminkan besarnya perhatian terhadap tema kebangsaan dan keislaman yang diusung. Di tengah dinamika sosial dan tantangan global yang terus berubah, webinar ini menggema sebagai pengingat bahwa Pancasila dan UUD 1945 harus dijaga dan dihidupkan melalui nilai-nilai keislaman, keilmuan, dan semangat persaudaraan dalam kehidupan berbangsa.