
Narasumber Webinar Internasional (dari kiri atas): DR. K.H. Aswin R. Yusuf, Dr. H. Irwansyah Tanjung, S.H., M.H., CTA., Prof. Dr. H. Muhammad Amries Rusli Tanjung, SE., M.M., Ak., dan Prof. Dr. H. M. Amin Abdullah.
Ketika arus kehidupan modern kian mendorong manusia kepada individualisme dan kompetisi tanpa batas, nilai kebersamaan dan rasa persaudaraan sering kali terpinggirkan. Padahal, ajaran Islam menempatkan persaudaraan sebagai salah satu pilar utama dalam membangun peradaban yang damai dan harmonis. Saudara kandung, baik dalam ikatan darah maupun persaudaraan seiman, memiliki makna mendalam sebagai jembatan kasih sayang, saling menolong, dan menguatkan dalam setiap keadaan.
Dengan semangat menghidupkan kembali nilai luhur ini, Dewan Pimpinan Pusat Jam’iyyatul Islamiyah (DPP JmI) menggelar Webinar Internasional Agama Islam, secara daring melalui Zoom, bertema “Knowing the Essence of Kinfolk in Religion (Mengenal Hakikat Saudara Kandung dalam Agama)”. Minggu (31/8/2025). Kegiatan ini mengajak umat untuk menelaah kembali konsep persaudaraan dalam perspektif agama agar menjadi kekuatan moral dan sosial yang relevan sepanjang zaman.
Hadir sebagai narasumber Dr. H. Irwansyah Tanjung, S.H., M.H., CTA. (Wakil Rektor III Universitas AlAzhar Medan), Prof. Dr. H. Muhammad Amries Rusli Tanjung, SE., M.M., Ak. (Guru Besar Universitas Riau), Prof. Dr. H. M. Amin Abdullah (Rektor UIN Yogyakarta 2002–2010), dan DR. K.H. Aswin R. Yusuf (Pembina JmI). Turut hadir pula para akademisi, peneliti, dan tokoh agama dari berbagai negara sebagai panelis.
Dr. Irwansyah membuka paparan dengan menyitir Q.S. At-Taubah (9) Ayat 11. Menurutnya, ayat tersebut menegaskan hakikat saudara kandung dalam agama bahwa mereka yang bertobat, mendirikan salat, dan menunaikan zakat masuk dalam ikatan ukhuwah islamiah, di mana sesama mukmin dipandang sebagai saudara seagama yang saling menguatkan, menjaga, dan menasihati dalam kebaikan.
Senada, Prof. Amries menjelaskan bahwa hakikat saudara kandung dalam agama adalah persaudaraan yang dibangun atas dasar iman dan ketaatan kepada Allah. Ia merujuk pada Q.S. Al-Mu’minun (23) Ayat 1–5 serta Q.S. An-Nur (24) Ayat 56 yang menekankan pentingnya salat, zakat, dan ketaatan kepada Rasul sebagai jalan meraih rahmat-Nya. Ia juga menyinggung Q.S. At-Taghābun (64) Ayat 2 tentang dualitas iman dan kufur dalam diri manusia. Untuk mengalahkan sifat kufur tersebut, seorang mukmin harus mengikuti Rasulullah melalui ajaran, teladan, dan sunahnya dalam kehidupan sehari-hari.
Sementara itu, Prof. Amin memaparkan lima dimensi kehidupan beragama yang mencakup ruhani, profetik, internal, eksternal, dan vertikal. Dimensi-dimensi itu, menurutnya, saling terkait untuk menjaga keseimbangan spiritual, sosial, dan ibadah. Ia mengutip Q.S. As-Sajdah (32) Ayat 9 sebagai penegasan bahwa ruh adalah anugerah Allah untuk menyempurnakan kejadian manusia dan melahirkan kesadaran serta tanggung jawab dalam kehidupan.
Menutup rangkaian paparan, DR. K.H. Aswin R. Yusuf menjelaskan Q.S. Al-Hujurat (49) Ayat 10–15 yang menegaskan bahwa mukmin itu bersaudara sehingga mereka harus saling berdamai, menjaga hubungan, menjauhi prasangka, dan memelihara lisan. Sebuah bangsa akan indah bila pendidikan lahiriah dijaga melalui sistem, sementara pendidikan ruhani dipelihara oleh peran Tuhan. Lebih lanjut, pembina mengingatkan, mengikuti Rasulullah berarti tidak hanya menjalankan syariat tetapi juga menegakkan sifat-sifat profetik berupa sidik, amanah, tablig, dan fatanah.
Diskusi makin kaya dengan tanggapan panelis, antara lain, Prof. Dato’ Haji Shushilil Azam Bin Shuib (Direktur Pendidikan Kementerian Pendidikan Tinggi Malaysia 2020–2025), Prof. Dr. H. Muhammad Attamimy, M.Ag. (Rektor IAIN Ambon 2003–2006), dan Prof. Dr. H. Muhammad Saiful Akhyar Lubis, M.A. (Rektor Universitas Al Washliyah Medan 2025–2030). Pandangan mereka memberi perspektif lintas negara yang memperkuat nilai universal persaudaraan dalam Islam.
Webinar ini menjadi ruang pertemuan antara kajian akademik dan perenungan spiritual. Antusiasme lebih dari 2.948 peserta dari berbagai negara menunjukkan bahwa tema persaudaraan tetap relevan untuk menjawab tantangan zaman. Di tengah dunia yang makin terhubung tetapi rawan terpecah, menghidupkan kembali hakikat persaudaraan dalam agama adalah langkah strategis untuk meneguhkan perdamaian, memperkuat empati, dan menghidupkan cahaya ukhuwah di hati umat.