
Foto Kiri: Direktur Jenderal ICC, Dr. Ahmad Al-Dubayan, bersama Pembina JmI, DR. K.H. Aswin R. Yusuf.
Foto Kanan Bawah: Duplikat Quran Era Hadrat Uthman dari Museum Topkapi Palace di Istanbul
Kabut tipis London menyelimuti pagi itu ketika rombongan Jam’iyyatul Islamiyah (JmI) melangkah memasuki kawasan hijau Regent’s Park, tempat berdirinya salah satu ikon Islam tertua di Eropa: London Central Mosque Trust & The Islamic Cultural Centre (ICC). Bangunan berkubah emas yang memantulkan sinar mentari musim gugur itu seolah menjadi saksi hidup perjalanan panjang Islam di benua Eropa dan kini menyambut langkah JmI dalam misi persaudaraan, toleransi, dan perdamaian universal.
Kunjungan ke ICC ini menjadi bagian penting dari rangkaian lawatan JmI ke Inggris. Sebelum itu, rombongan JmI juga telah menghadiri Workshop Internasional di Oxford Centre for Islamic Studies (OCIS), Selasa (7/10/2025). Keesokan harinya, Rabu (8/10/2025), JmI juga melakukan kunjungan silaturahmi ke Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) London dan disambut hangat oleh Mrs. Sahadatun Donatirin (Wakil Kepala Perwakilan KBRI London), Mr. Yaohar Erza Arighi (Staf Penerangan dan Sosial Budaya), serta Mr. Andaru Dhaniswara (Staf Politik dan Liaison Officer Indonesian Islamic Centre – IIC London).
Suasana akrab langsung terasa saat rombongan JmI yang terdiri dari DR. K.H. Aswin R. Yusuf (Pembina JmI), Prof. Dr. H. M. Amin Abdullah (Ketua Majelis Guru Besar JmI), Ir. H. Ari Permadi, M.L.A. (Wakil I Sekjen DPP JmI), Dr. H. M. Reza Arfiansyah, S.Sos., M.M., CPC. (Wakil II Sekjen DPP JmI), dan Prof. Dato’ H. Shushilil Azam Bin Shuib (Director of Education Malaysia), tiba di ICC, Kamis (9/10/2025). Mereka disambut ramah oleh Dr. Ahmad Al-Dubayan, Direktur Jenderal ICC, yang dikenal sebagai figur moderat dan penggerak dialog antaragama di Inggris.
Dalam sambutannya, Dr. Ahmad menuturkan kisah panjang berdirinya masjid yang kini menjadi simbol peradaban Islam di Eropa. Ia mengisahkan, gagasan pembangunan masjid di London telah muncul sejak awal abad ke-20 atas inisiatif Lord Hindley, kemudian diperkuat oleh para tokoh Muslim, seperti Hassan Saharwardi dan Abdullah Yusuf Ali. “Pada 1944, Raja Inggris memberikan sebidang tanah kerajaan di Regent’s Park untuk pembangunan masjid. Pembangunan ini didukung oleh Raja Faisal dari Arab Saudi, Sheikh Zayed dari Uni Emirat Arab, serta kontribusi dari Kuwait, Qatar, Oman, dan Malaysia,” jelasnya.
Kini ICC telah berkembang menjadi pusat kegiatan agama, sosial, dan budayaan Islam yang menjembatani dunia Timur dan Barat. ICC aktif mengajarkan Al-Qur’an, menyelenggarakan kursus bahasa Arab, mengadakan dialog antaragama, serta menyalurkan bantuan sosial, terutama pada bulan Ramadan. Dr. Ahmad menambahkan bahwa ICC memiliki lebih dari 25.000 koleksi buku dan bekerja sama dengan lembaga Islam internasional, seperti Al-Azhar dan Muslim World League, termasuk dengan mitra dari Indonesia.
Prof. Dato’ Azam menyampaikan apresiasi atas sambutan ICC. Ia menekankan bahwa kunjungan JmI merupakan langkah strategis untuk memperkuat jalinan intelektual antara Indonesia, Malaysia, dan Inggris. “Banyak hal yang bisa kita kerjakan bersama. Dua hari yang lalu kami berdiskusi di Oxford bersama Dr. Afifi tentang kedamaian. Kami juga membicarakan mengapa manusia memerlukan agama dan bagaimana pemahaman spiritual dalam Islam saat ini dirasakan kurang,” ujarnya.
Menanggapi hal tersebut, Prof. Amin mengungkapkan kekagumannya atas kiprah ICC sebagai pusat pembelajaran Islam terbuka di jantung Eropa. “Kami terkesan dengan banyaknya kegiatan di Islamic Centre ini,” katanya. “Ada satu kegiatan besar yang menarik perhatian kami, yaitu dialog interfaith. Kami di JmI juga melakukan hal serupa, dan kami rasa itu penting,” imbuhnya. Ia juga menyoroti pentingnya memperluas partisipasi diaspora Muslim Indonesia dalam aktivitas keislaman di Eropa, terutama untuk memperkuat citra Islam yang toleran dan berperadaban.
Sebagai penutup pertemuan, DR. K.H. Aswin R. Yusuf menyampaikan rasa syukur atas sambutan yang penuh persaudaraan dari ICC. “Saya sangat gembira dengan sambutan yang menyenangkan ini. Nyatalah bahwa umat Muslim di mana pun bersaudara, bahkan lebih dari itu, saudara kandung dalam agama,” ungkap Pembina.
Kunjungan diakhiri dengan penyerahan plakat persahabatan, peninjauan mushaf kuno dari masa Khalifah Utsman bin Affan, serta salat berjemaah dan jamuan makan siang bersama. Suasana penuh kehangatan dan ukhuwah mengalir di antara para tamu dan tuan rumah, memperlihatkan bahwa Islam bukan sekadar ajaran, tetapi energi pemersatu yang melampaui batas bangsa dan waktu.
